Kamis, 15 Oktober 2009

"Terorisme tidak ada dalam ajaran Islam"

Salman Harun: "Terorisme tidak ada dalam ajaran Islam"
"Terorisme dalam Bahasa Arab adalah "irhabiah", seakar dengan "turhibu" yang tadi. Jadi menurut mereka terorisme itu ada dalam Al-Quran, karena di situ ada "turhibuuna". Bahasa Arab, "turhibuna" itu artinya menakut-nakuti atau terorisme, berarti itu ada dalam Islam. Itu pandangan sebagian ilmuan dari Barat, ia tidak tahu bahwa yang sebenarnya "turhibuna" itu hanya menakut-nakuti. Siapkan kekuatan untuk menakut-nakuti, bukan untuk menyerang, karena kalau kita kuat orang tidak akan berani menyerang kita."

Jalan kekerasan dalam dakwah dan aktivitas amar makruf nahi munkar bukanlah cara yang diajarkan Islam. Islam tidak menganjurkan mengajak orang memeluk agama dengan cara paksa. Ajakan terhadap Islam dan menjalankan segala syariatnya harus dijalankan atas dasar cinta dan kasih sayang. Pemaksaan terhadap orang lain agar memeluk Islam justru menjadi tanda keraguan atas kebenaran Islam. Karena itu, Islam harus disampaikan secara menyejukkan. Apakah cara-cara teror sejalan dengan ajaran islam? Berikut pandangan Prof. Dr. Salman Harun, Dewan Pengawas Yayasan dakwah Malaysia-Indonesia (YADMI) dan Guru Besar Tarbiyah UIN Jakarta, berikut petikan wawancaranya:

YADMI: Beberapa bulan terakhir kita dikejutkan aksi terorisme. Menurut Bapak, apa yang mempengaruhi aksi tersebut?
Faktor yang mempengaruhi tindakan itu banyak, antara lain, politik dan ekonomi. Tapi ada juga faktor agama, yaitu kesalahpahaman dalam agama. Faktornya saling berkaitan, kesalahpahaman agama di sini adalah menganggap bahwa dirinya dan agamanya yang paling benar, yang lain salah, dan yang salah harus dimusnahkan- dihabiskan. Menurut saya memang agama yang lain itu salah dan Islamlah yang paling benar. Tapi bagaimana sikap kita, apakah mereka harus diperangi? Tentu tidak, tapi harus kita jauhi. Jangan bermimpi untuk memusnahkan kebatilan di muka bumi ini. Kita hanya bisa menjauhi, sebab iblis itu sudah diizinkan Allah untuk hidup sampai Hari Kebangkitan. Iblis sebagai lambang kebatilan yang hidup sampai Hari Kebangkitan, itu berarti kebatilan itu akan terus hidup sampai hari kebangkitan.

YADMI: Dengan demikian, berarti kita tidak bisa menghancurkannya, begitu?
Kita tidak akan bisa menghancurkannya. Kalau tidak bisa menghancurkannya berarti kita jangan melakukan kekerasan, tapi justru kita harus mengasihani mereka, rangkul dan ajak, seperti kita mengasihi anak kita sendiri. Kita salami jiwanya dan lainya supaya dia sadar. Jadi, memperlakukan orang yang bukan golongan kita itu bukan dengan mengasarinya tapi dengan mengasihinya, karena dalam al-Quran "laa iqra fi ad-din" (tidak ada paksaan dalam agama). Kalau kita paksa orang masuk Islam berarti kita tidak percaya bahwa Islam itu benar, karena Allah mengatakan: "Qad tabayyana rusydu minal gayy" (sudah jelas mana yang benar mana yang salah). Orang kalau diberikan yang benar dia akan ambil, kalau dia tidak ambil itu tandanya ada yang salah dalam dirinya.

YADMI: Apakah ini juga berlaku untuk mempraktikkan dakwah tanpa paksaan?
Iya, kalau kita berdakwah tentang Islam, tidak usah dipaksa. Kalau kita memaksa tandanya kita tidak percaya bahwa Islam itu benar. Biasanya kalau orang itu ragu dan akan tidak berhasil, maka dia memaksa orang dengan kekerasan. Jadi orang yang melakukan kekerasan itu berati dia tidak percaya Islam itu benar, sebab dengan kebenaran Islam, orang akan ambil (anut) tanpa dipaksa.

YADMI: Menurut Bapak, seharusnya bagaimana dakwah Islam disampaikan kepada publik sehingga dapat diterima semua kalangan?
Sampaikan Islam yang murni dari al-Quran dan Hadits tanpa menyalahkan salah satu mazhab dan akidah. Kemudian Islam disampaikan secara menyejukkan. Yang dipentingkan adalah nilai-nilai moralnya, agar orang berbuat baik. Jadi menekankan pada moralnya, akhlaknya, menghargai semua manusia, saling tolong menolong, menghormati orang lain. Dakwah dilakukan dengan cara-cara yang modern, tidak hanya ceramah-ceramah, melalui internet, dan sebagainya.

YADMI: Jika sebagian kalangan berdakwah atau ber-nahi munkar dengan teror, apakah Islam membenarkan tindakan tersebut?
Terorisme tidak ada dalam ajaran Islam. Dalam Al-Quran itu ada: "turhibuna, ‘aiddu wa ‘aiddu lahum mastatha’tum min quwwah turhibuna ‘aduwallahi wa aduwakum". Dalam Al-Quran (kalau tidak salah), kita harus menyiapkan kekuatan kita untuk menakut-nakuti musuh Allah dan musuh kalian. Istilah yang popular “menakut-nakuti”.

Terorisme dalam Bahasa Arab adalah "irhabiah", seakar dengan "turhibu" yang tadi. Jadi menurut mereka terorisme itu ada dalam Al-Quran, karena di situ ada "turhibuuna". Bahasa Arab, "turhibuna" itu artinya menakut-nakuti atau terorisme, berarti itu ada dalam Islam. Itu pandangan sebagian ilmuan dari Barat, ia tidak tahu bahwa yang sebenarnya "turhibuna" itu hanya menakut-nakuti. Siapkan kekuatan untuk menakut-nakuti, bukan untuk menyerang, karena kalau kita kuat orang tidak akan berani menyerang kita.

Presiden Yudhoyono sendiri, saya baca di koran mengatakan kalau mau damai, siap perang artinya kita kuat. Karena kalau kita kuat kita tidak akan diserang, tapi kalau kita lemah kita akan dimanfaatkan. Musuh akan menguasai kita, itulah tabiat yang jahat dari sifat manusia, yang memanfaatkan kelemahan orang untuk menguasai, mengalahkan, mengambil hak, itu manusia jahat dan tidak diajarkan Islam.

YADMI: Kalau al-Quran tidak mengajarkan terorisme, jadi apa yang diajarkan Islam?
Islam mengajarkan "li taarrafuu" untuk kenal mengenal-saling mengenal. Kalau sudah saling mengenal semua aspek kehidupan akan hidup. Dengan kenal-mengenal kita akan bersahabat: karena mengenal jadi berkawin, berkeluarga; karena mengenal jadi tukar menukar barang (ekonomi); karena saling mengenal bisa jadi pimpinan (politik); karena mengenal seluruh aspek kehidupan akan hidup. Itu datang 14 abad yang lalu. Coba anda bayangkan sebelum Islam datang itu apa yang ada? Sejak dulu sudah ada dua super power yaitu Romawi dan Persi. Apa isi kepala mereka, yaitu bagaimana cara mengalahkan dan menjajah orang. Lalu datang Islam yang mengajarkan tidak seperti itu, bersuku-suku berbangsa-bangsa itu, "li taarafu" (untuk saling mengenal), maka akan hidup seluruh aspek kehidupan.

YADMI: Jadi dalam al-Quran itu hanya disuruh untuk menyiapkan kekuatan bukan untuk menyerang?
Terorisme melanggar tiga prinsip: pertama, terorisme itu cirinya kedahsyatan, kehancuran hebat. Kedua, dulu kalau berperang itu tentara sama tentara, kalau dilibatkan orang sipil itu tidak boleh. Nabi melarang mengganggu orang tua, wanita, anak-anak, lingkungan, berate tidak boleh melibatkan sipil, tapi sipil yang terlibat yang kena. Ketiga, membuat perasaan takut, jadi menaklukkan orang itu tidak langsung perang tapi perasaan takutnya yang ditimbulkan (itu maksudnya terorisme), itu tidak boleh. Yang boleh itu menakut-nakuti musuh yang akan menyerang kita, caranya bukan dengan kekerasan, tidak melanggar hak-hak sipil, hak asasi manusia, jadi terorisme itu bertentangan dengan Islam.

Selasa, 15 September 2009

Wahdana ..............Wahdana. .................

Wahdana Wahdana
Adif alaina Qomar walhudu
Walhududil asliyah
walghoni wal hana
ashfan Jamilah
Syarofu adi wa ansa biha farhan

Syubbil asad layya dalifadhilah
bima wa ana fammayu hasilil fadhilah
yughi syifa linafusil alilah
yaa bahtibinala minhu mala finja

Ba'dal wayya fina fiha ruwayya
ukhyu ruzaim wakullina yarifu dalifah
dzamillah hajriwalabil habilah
wayuslihillahi farisinal furja...

Senin, 14 September 2009

Dakwah yang Mencerahkan Umat

Dakwah memainkan peran yang sangat penting dalam Islam. Bisa dibilang bahwa pasang surut Islam di mana dan kapan pun sangat ditentukan oleh kerja-kerja kedakwahan. Karena itu, berdakwah menjadi suatu keharusan dalam rangka pengembangan ajaran Islam. Aktivitas dakwah yang kuat akan sangat berpengaruh pada kemajuan agama. Sebaliknya, aktivitas dakwah yang lemah akan berdampak pada kemunduran agama. Setiap muslim diharapkan berperan aktif dalam aktivitas dakwah, sekurangnya mengajak orang lain menuju jalan Allah agar meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat (lih. QS. an-Nahl [16]: 125).

Harus diakui bahwa kerja-kerja dakwah islamiah yang selama ini dipahami dan yang dilakukan oleh kaum muslimin, dalam banyak hal, memang telah membuahkan hasil. Namun demikian, bukan berarti dakwah harus berhenti. Hal ini, selain karena pemahaman konsep dasar bahwa selama Islam tersemai dalam diri seorang muslim maka di situ ada proses dakwah (dakwah inhern dalam diri setiap muslim), juga karena realitas masyarakat kini memang membutuhkan kerja-kerja dakwah yang kreatif dan inovatif. Dengan ini (upaya yang kreatif dan inovatif) diharapkan spirit Islam sebagai yang membawa rahmatan lil‘âlamîn dan shahîh likulli makân wa zamân dapat diwujudkan.

Untuk mencapai agenda besar itu, Islam menganjurkan untuk mulai dari diri sendiri (ibda’ binafsika). Perubahan dalam komunitas besar masyarakat muslim harus dimulai dari individu. Ketercapaian tujuan khairu ummah harus dimulai dari khairul bariyyah (muslim yang berkualitas, QS. al-Bayyinah [98]: 7–8), yaitu seorang muslim yang melakukan transformasi iman menjadi amal saleh dalam setiap segi kehidupan, yang kemudian (kumpulan dari khairul bariyyah) akan membentuk komunitas maupun lembaga keislaman (QS. Al Imran [3]: 104) sehingga terjadi kebersatuan agenda, langkah, dan tujuan.

Pada kenyataannya agenda dan harapan itu tidak dengan mudah digapai oleh kaum muslimin. Pasalnya, bagaimana mungkin hendak melakukan pencerahan manusia dan kemanusiaan, sementara diri sendiri bermasalah.

Sejauh ini, problem yang dihadapi sebagian besar umat Islam, khususnya di Indonesia, antara lain adalah keterbelakangan sosial dan ekonomi. Keadaan ini bukan tanpa sebab. Selain karena kaum muslimin sendiri yang secara kualitas kurang mampu bersaing, realitas struktural juga sangat mempengaruhi kondisi buruk ini.

Dalam pengertian itu, selain problem inhern, persoalan ekstern berupa kebijakan politik dan ekonomi turut mempengaruhi. Padahal, bila kita kembali pada pemahaman tentang ideal Islam, maka sesungguhnya Islam bukanlah pembawa masalah, namun penyelesai masalah (problem solver). Namun, demikianlah kenyataan yang dihadapi oleh kaum muslim di Indonesia—bahkan di sebagian besar negeri muslim.

Upaya mengakhiri keterbelakangan itu mesti dilakukan secara sinergis oleh seluruh kaum muslimin di Indonesia. Ini bisa diawali dengan pembaruan pemahaman tentang dakwah, yaitu bahwa meski buah dari kerja-kerja dakwah telah dirasa cukup berhasil pada satu sisi, namun pada sisi lain realitas masyarakat yang ada sebagai objek mesti dilihat dengan upaya dakwah yang kreatif dan inovatif, yaitu upaya dakwah yang dapat mengarahkan pada semangat Islam yang berkemajuan, yang dicirikan dengan semangat keimanan, amal saleh, prestasi, berdaya saing, dan semangat bekerja sama.

Mengingat pentingnya posisi dakwah dalam Islam, setidaknya ada tiga strategi dan pemahaman yang perlu menjadi pegangan bagi pegiat dakwah, khususnya, dan umat Islam pada umumnya.

Pertama, pemahaman yang utuh tentang dakwah, yaitu bahwa dakwah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tujuan kehadiran Islam bagi manusia, yaitu untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Secara filosofis, kegiatan berdakwah seyogyanya dibangun di atas landasan pemahaman bahwa setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah. Realitas sosial yang mempengaruhi manusialah yang membuatnya menjadi jauh dari fitrah (Islam). Oleh karena itu, gerakan dakwah sejatinya merupakan upaya agar manusia kembali kepada dirinya yang sejati (QS. ar-Rum [30]: 30).

Kedua, pemahaman bahwa dakwah merupakan upaya untuk memahamkan manusia tentang arti kehadirannya di dunia, yang secara normatif merujuk pada Al-Quran dan Hadits, yaitu sebagai khalifah untuk melakukan pencerahan bagi manusia dan kemanusiaan, sehingga tercapai khairu ummah (QS. al-Baqarah [2]: 30; Al-Imran [3]: 104 dan 110; Al-Ahzab [33]: 21).

Ketiga, pemahaman bahwa selain berdimensi vertikal, dakwah juga berdimensi horizontal. Dalam hal ini, penting bagi seorang muslim untuk memahami dakwah sebagai suatu upaya mensinergikan takdir Tuhan yang transendental dengan kerja manusia yang rasional. Takdir Tuhan di sini harus dimengerti dalam bingkai pemahaman bahwa adanya perubahan atau tidak dalam diri manusia sebagai objek dakwah merupakan wewenang Tuhan (QS. al-Qashash [28]: 56).

Walaupun demikian, pengertian itu juga tidak bisa mengesampingkan bahwa perubahan manusia sebagai objek dakwah juga berkaitan erat dengan usaha giat manusia sebagai pelaku dakwah (innî ‘inda zhanni ‘abdî bî). Oleh karena itu, kerja dakwah rasional yang dilakukan oleh seorang dai dapat diwujudkan dengan ragam pendekatan, dengan bantuan pengetahuan yang ilmiah, antara lain, psikologi, sosiologi, komunikasi, dan antropologi.

Dengan meminjam pengetahuan ilmiah itulah diharapkan kerja dakwah, baik yang dilakukan secara individual (da‘wah fardiah) maupun yang dilakukan secara kolektif (da‘wah jam‘iyyah) dapat lebih efektif dan efisien, karena objek dakwah didekati secara kontekstual, yaitu berdasarkan pada kondisi individu, sosial, maupun kebudayaannya (khâtibûn-nâsa ‘alâ qudrati ‘uqûlihim).

Aryah Marzanah; reporter Yayasan Dakwah Malaysia Indonesia (YADMI), Jakarta.

Mohammad Sidik: "kemajuan umat Islam Indonesia merupakan kemajuan umat Islam Malaysia"

Islam punya karakter melintas batas ruang dan wilayah dalam arti teritorial, juga kultural. Di Asia Tenggara, populasi Muslim di Indonesia dan Malaysia adalah kunci kekuatan Muslim di kawasan ini. Bagaimana keterkaitan umat Islam di kedua negara dan apa hal-hal ke depan yang dapat diupayakan? Aryah Marzanah dan Yulmedia dari Yayasan Dakwah Malaysia Indonesia (YADMI) mewawancarai Mohammad Sidik, Ketua Badan Pengawas Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, di kediamannya di Jakarta untuk mengetahui hal tersebut, sekaligus bertanya tentang harapannya terhadap YADMI. Berikut petikan wawancaranya:

YADMI: Apa pendapat bapak mengenai dakwah di Indonesia?
Di Indonesia gerakan dakwah alhamdulillah sudah ada sejak tahun 1960. Itu menjadi suatu gerakan yang popular dan menjadi sesuatu yang tidak segan-segan dilakukan. Dan itu menurut saya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan para ulama-ulama kita, diantaranya, pak Natsir dengan mendirikan Dewan Dakwah. Dasar pendirian lembaga dakwah itu ialah dakwah bi lisan wa hal, artinya dengan kegiatan dakwah yang konkret seperti mendirikan rumah sakit, dakwah kampus, dan lain-lain.

YADMI: Dalam konteks yang lebih luas, apa yang bapak lihat menyangkut gerakan dakwah di ruang lingkup regional Asia Tenggara?
Saya lihat di Malaysia itu keinginan pemerintah dan masyarakat untuk bergerak dalam bidang dakwah secara regional itu sudah lama. Di masa Teuku Abdurrahman dulu, dia pertamakali mendirikan Pertumbuhan Kebajikan Islam Malaysia (PERKIM), yaitu organisasi dakwah untuk non-muslim di Malaysia. Setelah dia menjadi Perdana Menteri, kemudian dia menjadi Sekretaris Jendral (Sekjen) Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Jeddah, kemudian dia kembali pada tahun 1973 setelah menjabat selama lima tahun yang tidak mau diperpanjangnya. Tengku Abdurrahman melihat bahwa kita, tidak hanya Malaysia atau Indonesia, tapi juga Brunei, Singapura, Australia, Thailand, Cina, perlu sebuah lembaga dakwah regional. Maka, dia timbulkan ide regional Islamic Dakwah Council for soft Asian Fasific (RAISAF), yang kalau bahasa Melayu itu, Majlis Dakwah Islam Serantau.

YADMI: Apa keterkaitan gerakan dakwah di Malaysia dengan Indonesia?
Dahulu, Tengku Abdurrahman mengajak dan mengundang orang yang seusia beliau seperti pak Natsir untuk mendirikan lembaga dakwah regional seperti disebut di atas dengan tujuan membantu, karena di Malaysia kesadaran untuk membantu (berpartisipasi) cukup tinggi dari dulu. Sekarang ada 56 organisasi Dakwah di Malaysia. Jadi memang saya kira satu hal yang sangat kita hargai, sikap dan keinginan pihak Malaysia ini untuk memberikan kontribusinya yang mungkin dirasakan mereka merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa dipisahkan dari kesadaran Islam yang saling membutuhkan.

YADMI: Mengapa hal itu mereka lakukan?
Supaya mereka juga aman. Dalam pengertian, mereka tahu dan ikut mengantisipasi dari jauh hari sebelum gerakan-gerakan sesat masuk ke Malaysia, sehingga mereka sudah dapat membendung, ataupun diteliti sehingga terjadi dakwah dan pencerahan. Contohnya dulu, ada pergerakan namanya gerakan Thariqah Munfaridiyah, pemerintah Indonesia dan majelis agama (ulama) membutuhkan waktu lama karena tidak memiliki sarana untuk menyelidiki dan mengetahui sampai keakar-akarnya.

YADMI: Apa penilaian bapak atas terbentuknya Yayasan Dakwah malaysia Indonesia (YADMI) yang merupakan kerjasama antara lembaga dakwah di Indonesia dan Malaysia?
Saya kira kehadiran YADMI sangat penting, karena pertama, Malaysia dan Indonesia adalah negara serumpun. Masalah yang kita hadapi sama, yaitu sosial-kebudayaan yang merupakan bagian dari agama. Dan, kita berusaha untuk saling melengkapi, dalam pengertian, pemerintah di Indonesia peraturannya tidak ketat sehingga aliran-aliran sesat dan lainnya bisa masuk, sementara kalau di Malaysia tidak. Jadi, kita bisa saling belajar dan saling bertukar informasi.
Apa-apa yang terjadi di Indonesia akan berdampak dan berpengaruh pula pada Malaysia. Sehingga barangkali YADMI bisa melihat, mengambil sikap atau mengambil suatu kebijaksanaan dalam rangka memberikan pencerahan kepada masyarakat.

YADMI: Menurut bapak peran strategis seperti apa yang dapat diperankan YADMI?
Adanya YADMI saya kira, dan saya berharap nanti, bisa menjadi forum yang diangkat di tingkat pemerintah. Artinya, dapat memberi nasehat kepada pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk mengambil sikap-sikap tertentu, barangkali tidak secara formal tetapi menaikkan kejelian dan keprihatianan terhadap hal-hal tertentu yang kedua belah pihak bisa saling membantu.

Kepada Malaysia saya rasa YADMI dapat melakukan penelitian-penelitian atau menjadi pemantau, kemudian mengambil saran atau usulan sebelum kesimpulan yang diambil oleh pihak kerajaan Malaysia.

YADMI mesti mengambil salah satu bidang konsentrasi dakwah, barangkali tidak bisa berbuat terlalu detail dan terlalu banyak, misalnya, dalam pemberdayaan ekonomi, memberikan intensif, memberikan pelatihan seumpama pelatihan bagaimana membuat koperasi Syariah, mendirikan BMT yang kemudian BMT ini bisa membantu masyarakat menghadapi gerakan lintah darat yang sekarang ada dimana-mana. Menurut saya kemampuan masyarakat Indonesia ini tidak kurang, hanya perlu pemberdayaan. Contohnya, Universitas Islam Negeri (UIN), yang di Indonesia banyak, sementara di Malaysia belum. Rumah Sakit Islam pun di Indonesia sudah lebih dulu.

YADMI: Dakwah seperti apa yang dapat dilakukan YADMI?
Paradigma baru dalam dakwah yang perlu kita kembangkan ialah agar umat Islam memahami dan melaksanakan Islam secara paripurna. Banyak kewajiban-kewajiban agama yang masih kita anggap remeh, misalnya, ketika berbicara fardu kifayah orang akan berpikir memandikan jenazah. Padahal, fardu kifayah bukan hanya itu, tapi misalnya bagaimana menjadi dokter gigi, ahli teknik, insinyur, arsitek, ahli kandungan, karena kalau dalam suatu masyarakat tidak ada itu saya kira akan berdosa semua masyarakat.

Contoh lainnya adalah, mengenai seorang dokter kandungan perempuan bagaimana kalau tidak ada, sementara ajaran Islam tidak boleh memperlihatkan aurat? Otomatis, adanya dokter kandungan perempuan itu adalah fardu kifayah.

Dalam berdakwah yang bagus kita juga harus mengadakan seminar tentang fardu kifayah dan aplikasinya, sehingga pemahaman tentang fardu kifayah lebih matang, sehingga jika menjadi dokter, insinyur, arsitek orang merasa berpahala. Semua yang kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat jika dilakukan karena Allah pasti ada reward-nya dan berpahala, ini yang kadang-kadang kita lupa. Kita pincang karena menganggap itu fardu kifayah dan ada yang mengerjakan, dan bila semua orang berfikir seperti itu bagaimana, berarti tidak ada yang mengerjakan.

YADMI: Apa kunci menuju dakwah baru tersebut?
Harus ada kemajuan atau peningkatan mutu sehingga paradigma-paradigma dakwah yang baru terjaga. Kita disuruh membaca, tapi dari kita sangat sedikit yang membaca dan ini sudah tercatat dalam hitungan statistik, Indonesia paling rendah kesadaran membacanya. Padahal dalam Islam kita disuruh untuk membaca, karena membaca adalah permulaan dari ilmu dan ilmu adalah sumber kemajuan.

YADMI: Dalam pandangan bapak, seperti apakah ber-Islam yang ideal?
Harus lebih rasional. Dalam berdakwah menyampaikan Islam, yang hak saja yang kita sampaikan tidak perlu kita membuat gerakan-gerakan seperti Islam Liberal, karena itu proyek. Kembangkanlah Islam itu jika ada kelemahan dalam pemahaman, misalnya, dalah hal kewajiban (fardu kifayah), paradigm fikih itu perlu kita sosialisasikan dan itu memakan waktu yang lama. Misalanya, ditempat saya, banyak ajaran habib-habib ini mengarahkan masyarakat awam untuk bergantung pada mereka walaupun tidak semua habib sepetti itu. Itu artinya menghambat dan orang Islam tidak bisa berpikir secara rasional. Inilah tantangan-tantangan kita. Kita berusaha menghilangkan atau memerangi ateisme, pornografi, inikan semua agama yang melarang. Kemudian, ketidakadilan ekonomi, lintah darat yang oleh agama lainpun dilarang, dan kita harus bekerjasama seperti dulu kita melawan komunis.

YADMI: Ada yang mengatakan bahwa setiap isu baru mengenai Islam di Indoensia akan berpengaruh juga di Malaysia. Bagaimana bapak menilai hal ini?
Kita (Indonesia dan malaysia) adalah satu tubuh yang tidak bisa dipisahkan. Kemajuan umat Islam Indonesia merupakan kemajuan umat Islam Malaysia, begitupun sebaliknya. Kelemahan dan kelengahan kita juga akan berimbas pada mereka, umpamanya soal pornografi, film, cerita, sinetron yang merupakan objek dakwah.

Kamis, 27 Agustus 2009

Wawancara dengan KH. Nurul Huda

Pada tahun 2002 ada pertemuan di London, Inggris, membahas tentang Islam di Indonesia, yang kesimpulannya bahwa Islam di Indonesia itu baru kulitnya, belum punya makna yang sebenarnya. Sebab itu bagaimana strategi dakwah di Indonesia dilakukan menjadi pertanyaan kunci yang penting dikemukakan. Jum’at, 7 Agustus 2009, Aryah Marzanah dari Yayasan dakwah Malaysia Indonesia (YADMI) mewawancarai KH. Nuril Huda, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), di sela-sela kesibukannya di Jakarta, untuk menggali lebih dalam kisi-kisi berdakwah Islam yang harus dilakukan.

Berikut petikan wawancaranya:

YADMI: Menurut Anda, bagaimana perkembangan dakwah Islam saat ini?

Di negeri kita ini pondok pesantren banyak. Dai-daiyah setiap malam ceramah tapi kenyataannya di masyarakat itu banyak yang maksiat, ini bagaimana? Salah satu diantaranya adalah orang ceramah itu ada 3 hal yang penting: pertama, pelakunya (dai atau mubaligh-nya); kedua, apa yang diajarkan; ketiga, dimana dia itu berdakwah. Hanya, dari ketiga ini yang paling fundamental atau berpengaruh adalah siapa orangnya. Barangkali di negeri kita ini para dainya kurang tertib ibadah kepada Allah atau kurang dekat kepada Allah. Kalau orang itu dekat kepada Allah dan amaliyahnya lebih baik dari orang yang diceramahi, insyaallah dakwahnya sampai dan menyentuh hati manusia.

Kedua kita bersyukur di Negara kita ini sudah banyak sekali mubaligh, karena begitu banyaknya umat di negeri kita ini maka belum menyentuh semua, kita juga masih mencari bagaimana caranya supaya dengan ceramah bisa mengubah sikap seseorang. Di negeri kita ini ada beberapa aliran atau ada yang ceramahnya keras, lembut dan lain-lain, itu silahkan saja. Tapi, yang penting dalam Islam itu rahmatan li al-‘alamin sebagaimana diterapkan YADMI, yaitu Islam yang kasih sayang terhadap seluruh ummat. Dan harus diingat bahwa YADMI ini adalah tidak operasional, tapi pemikiran-pemikirannya saja. Yang operasional itu, misalnya, NU dan Muhammadiyah. YADMI diharapkan setor pemikiran pada umat Islam seperti seminar dan sebagainya. Itu lebih baik. Jadi tingkat-tingkat keilmuan keislaman itu tidak semua harus terjun ke masyarakat, karena apa? Belum tentu seorang profesor ceramah di masyarakat kemudian rakyatnya mengerti. Yang terjun ke masyarakat itu seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan sebagainya.

YADMI pada hakikatnya kumpulan intelektual, dan (maaf) anggotanya tidak banyak. Orang-orang ini tidak perlu terjun ke masyarakat, tapi konsep-konsepnya yang perlu dilontarkan kepada masyarakat. Konsep itu belum tentu 60 tahun berjalan. Didalam ilmu sosiologi, merubah sikap orang itu tidak mudah. Di Indonesia ini sudah 64 tahun merdeka, tapi akhlaknya masih seperti ini. Oleh karena itu, keberadaan YADMI ini sangat penting dalam rangka menggiring umat Islam supaya menerapkan akidah-akidah Islam, menerapkan akhlak Islam yang rahmatan lil ‘alamin, dan kita harus berkeyakinan bahwa dalam al-Qur`an kita tidak bisa memaksa orang jadi orang Islam. Kata Allah petunjuk itu datangnya dari Allah, maka YADMI dan kita semua menyampaikan Islam. Orang menjadi Islam atau tidak, itu bukan kewajiban kita. Kita wajib menyampaikan dakwah, tapi tidak wajib kita berhasil. Ini penting diketahui karena manusia punya batas kemampuan yang tidak bisa melampaui kekuasaan Allah. Karena, inna al-huda hudallah, dan yang menyentuh hati manusia itu Allah bukan kita. Kita hanya menyampaikan dan itu perlu keilmuan yang namaya ilmu dakwah. Dan, tidak ada ilmu dakwah itu yang memaksa orang. Apalagi, seperti sekarang, ada yang namanya kelompok yang keras, membunuh umpamanya, bom itu tidak ada sama sekali (dalam Islam-red).

Memang di negeri kita ini banyak orang salah paham. Jihad itu bahasa arab yang artinya bersungguh-sungguh. Kalau bertempur atau perang itu bahasa Arabnya “qital’ di al-Qur`an. Keberadaan YADMI ini penting sekali dalam rangka mengilmukan bangsa Indonesia untuk menjadi orang yang ilmiah dan amaliah, cara Islam yang rahmatan lil alamin. Kalau dikalangan NU namanya, ceramah yang ramah bukan yang marah.

YADMI: Langkah dan strategi apa kedepan yang dilakukan oleh YADMI untuk dakwah Islam di Indonesia?

YADMI kita harapkan—karena orang-orang intelektual semua, dan pak Tarmizi Taher juga Ahlus Sunnah wal Jamaah—sekali-kali mengadakan latihan dai se-Indonesia, dididik bagaimana dai/daiat ini ceramah di masyarakat secara luwes, menyejukkan, tidak membuat orang makin bringas. Ini penting di samping pemikiran-pemikiran yang baik seperti seminar. Hanya itu belum cukup. Sekalipun kita tidak melakukan ceramah umum, tapi sekarang bagaimana YADMI mengumpulkan dan mendidik dai/daiat, kemudian dipanggilkan para tokoh organisasi yang cocok dengan pak Tarmizi Taher. Sekalipun mereka orang Muhammadiyah organisasinya tapi beliau itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah, artinya amaliahnya orang NU. Muhammadiyah dan NU itu Ahlus Sunnah, hanya berbeda sedikit. Muhammadiyah hanya mengakui hadits yang shahih, kalau NU tidak. Sekalipun hadist itu dhaif tapi banyak dan isinya untuk meningkatkan amaliah, tetap dilaksanakan oleh NU, ini bedanya.

Suatu saat saya punya pengalaman. Saya dari Mesir dengan pak Tarmizi Taher dan pak Tabrani Syabirin. Saya shalat tarawih 23 rakaat, beliau hanya 11. Kata pak Tarmizi Taher, sebelas saja. Saya bilang, tidak tarawih juga tidak apa-apa. Itu artinya kita di Indonesia ini jangan bertengkar, karena Ahlus Sunnah itu sama dalam masalah ushul (pokok), masalah akidah, masalah tauhid, bukan masalah furu’iyyah (cabang). Kecuali, ada yang mengatakan nabi terakhir itu Mirza Ghulam Ahmad, itu baru bertentangan dengan Ahlus Sunnah. Jadi, di Indonesia ini sebenarnya semua Ahlus Sunnah, hanya ada perbedaan sedikit, umpamanya, ada yang Jum’atan adzannya 2 kali dan 1 kali. Itu tidak apa-apa, karena Jum’atan tanpa adzan juga bisa. Hanya terkadang kita kurang ilmunya, maka bertengkar. YADMI adalah tempat pengabdian dalam keilmuan, supaya orang di Indonesia tidak bertengkar. Karena kalau seperti itu terus kita tidak akan punya program yang oriented, bagaimana anak kita lebih baik. Dan untuk itu musti ada pihak ketiga, supaya umat tidak berantam terus. Dalam hadist Muslim disebutkan, syaitan sudah putus asa dan tak akan mengajak orang Islam untuk taat atau beribadah kepada syaitan, tapi syaitan tidak putus asa bagaimana agar sesama umat Islam baku-hantam. Ini sadis, kita jangan terjebak dengan hal ini. Jadi, YADMI diharapkan memelopori itu supaya antara NU dan Muhammadiyah tidak ada masalah.

Ukhuwah Islamiyah itu ada 3 poin: pertama, saling hormat-menghormati, mengapa? Karena al-Qur`an itu ada yang namanya kalimat “qath’i”, artinya satu makna. Tapi ada juga ayat-ayat yang maknanya bisa ditafsirkan berbeda. Oleh karena itu, ada ukhuwah Islamiyah. Keberadaan YADMI menjadi penting agar bagaimana umat Islam ini ukhuwah-nya kuat, dengan tidak mempertentangkan perbedaan. Di tengah umat Islam yang seperti ini, YADMI diharapkan menjadi corong untuk meredakan pertentangan. Jelang Ramadhan ini biasanya ada pertentangan, padahal bertengkar sesama umat Islam itu haram hukumnya.

YADMI: Bagaimana karakter Islam Melayu, apakah ada yang membedakan dengan yang lain?

Seperti di Indonesia, Islam di Malaysia atau melayu itu juga Ahlus Sunnah yang pada siapa saja baik, inilah namanya rahmatan lil ‘alamin. NU, misalnya, oleh dunia dianggap satu-satunya pendapat Islam yang paling toleran. Jangankan sama orang Islam, sama orang Kristen kita ini akan baik selama orang itu tidak mengganggu kita.

YADMI: Perbedaan Melayu dengan Iran atau Arab Saudi?

Di dunia ini yang terbanyak Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oktober kemarin kita menghadiri Muktamar Dakwah Sedunia di Libya selaqma 10 hari. Peserta dari 120 negara hadir dan kebanyakan semua itu Ahlus Sunnah. Negara yang tidak datang dua saja, Saudi Arabia dan Iran. Saudi ini orang Wahabi, dan orang Wahabi itu tidak ada tahlilan, ziarah kubur.

YADMI: Apa Islam di kawasan Melayu dapat diharapkan membawa gerbong kebangkitan Islam?

Kebangkitan Islam itu bukan hanya di Asia saja tapi di Indonesia. Itu sudah diakui oleh dunia Islam sekarang. Dan, Islam di dunia yang benar-benar Islam itu ada 53 negara. Itu semua mazhabnya Indonesia, artinya jadi panutan atau contoh. Jadi, contoh Islam yang diterima oleh semua manusia itu Islam Indonesia. Saya baru saja dari Libanon, di sana ada 18 sekte agama, Ahlus Sunnah-nya keras, Syiah-nya keras, sehingga di jalan raya Libanon lazim ditemui orang menyebut, “ini orang Ahlus Sunnah,” “neraka kamu,” “kamu yang neraka,” setiap hari seperti itu. Orangnya keras-keras dan tidak ada orang murtad. Orang syiah tidak akan jadi Ahlus Sunnah, atau sebaliknya. Di Libanon hanya 6 juta masyarakatnya, tapi sepeti itu. Yang seperti itu tidak akan laku di dunia, yang laku itu sekarang yang toleran yaitu Islam rahmatan lil alamin. Pak Hasyim (Muzadi-red) itu ketua kerukunan umat beragama dunia, mengapa ia diterima? Karena pendapat-pendapatnya diterima oleh akal dan tak bermusuhan. Ini Ahlus Sunnah, jadi tidak main-main pak Hasyim itu.

Pendapat Ahlussunnah itu moderat, tidak pilih-pilih, adil, tapi kalau menyalahkan orang tidak di depan umum tapi akan didatangi orangnya. Pak Hasyim pernah ke Vatikan, dan bilang ke tokoh Vatikan di Italia bahwa orang-orang yang membom ini bukan orang Islam, tapi pribadi dia yang salah. Ketika George Bush datang ke Bali, tidak ada yang berani bilang, tapi pak Hasyim bilang: “George Bush kalau ini dianggap teroris apa tidak Amerika yang paling teroris, gebuki Irak yang sampai sekarang ada 4000 orang meninggal di Irak?” Jadi, mengemukakan pendapat seperti itu lazim di NU, dan tokohnya itulah pak Hasyim. Ahlus Sunnah tidak akan mengecam orang, apalagi menghantami orang, karena mengerti bahwa manusia itu yang menggerakkan Allah bukan manusia. Kita hanya sekedar menyampaikan, yang dalam al-Qur`an itu bil hikmah wal mauidzatil hasanah. Sampaikan Islam dengan bijak dan ceramah yang baik, kalau terpaksa berdebat maka wajadilhu billati hiya ahsan, debat dengan yang lebih baik. Itu Islam yang sekarang dipegang oleh NU.

YADMI: Apa penyebab timbulnya perilaku anarkisme, dan faktor apa yang memotivasi aksi-aksi anarkisme dan terorisme?

Ada pihak ketiga, sekalipun itu masih “X” ya. Itu untuk menjerumuskan Islam. Jadi, orang-orang yang dilatih diluar negeri itu dibiayai oleh pihak ketiga, supaya kembali ke Indonesia dia jadi teroris. Disikat pemikirannya, pokoknya Islam itu begini, di Indonesia itu banyak orang kafir jadi bom saja, di cuci otaknya, itu di Amerika begitu, jadi orang-orang yang tidak mantap keislamanya kenapa ke luar negeri, ke Amerika? Terkadang pendidikan orang yang belajar ke negeri-negeri Negara Islam juga memengaruhi, mereka anggap orang ynag tidak sholat harus di bunuh. Ini keliru menerapkan Islam dan tidak pada tempatnya. Anak-anak kita yang pulang dari Timur Tengah kadang punya pandangan keras. Negara kita bukan negara agama tapi negara Pancasila dan UUD 1945, di mana hidup subur lima agama. Hak azasi yang paling fundamental adalah agama, oleh karena itu NU menghargai semua agama.

YADMI: Bagaimana seharusnya dakwah Islam disampaikan kepada publik sehingga dapat diterima semua kalangan?

Orang berdakwah itu ada tiga pokok, yaitu manusianya (pelaku); kedua, apa yang disampaikan; dan yang ketiga, dimana dia berdakwah. Di dalam ilmu keislaman, menghadapi orang dalam berdakwah itu ada dua macam: ada yang namanya umat dakwah, artinya kelompok yang perlu dinasehati, atau yang belum mantap keislamannya, ini yang halus. Ada lagi kelompok ijabah, yakni umat Islam yag sudah mantap. Ini berbeda cara menghadapinya. Umpamanya, kita ceramah dihadapan pegawai negeri berbeda dengan ceramah di masyarakat, dan lain lagi di hadapan kalangan pesantren. Ini memerlukan ilmu pengenalan sosial, ilmu kemasyarakatan bagaimana menghadapi masyarakat.

Kedua, yang disampaikan itu apa. Yang disampaikan ini harus dipahami dulu, memakai kalimat yang mudah dipahami, dan jangan berceramah itu ada embel-embel yang lain. Ada orang yang ceramah minta 18 juta, akhirnya omongannya ini tidak membekas. Dakwahnya sudah diukur dengan harta. Dalam al-Qur`an dikatakan: “ittabi’u man la yas’alukum ajrun wa muhtadun,” ikutilah orang-orang yang berjuang tidak cari apa-apa, dan dia orang yang diberi petunjuk oleh Allah, ini mubaligh namanya.

Bagaimana orang berdakwah itu bisa masuk di hati jamaah dan dia akan mengamalkan, yang punya keikhlasan karena Allah, tidak karena apa-apa. Nanti Allah akan menolong, dijamin oleh Allah. Kata Allah kalau engkau menolong agama Allah maka Allah akan menolong kepadamu. Rizki ini ada yang hisab, ada yang ghairi hisab. Ada pegawai negeri yang tiap bulan dapat 1 juta, ini namanya bil hisab, tapi ada juga bighairi hisab, kadang-kadang tahu-tahu ada orang datang bawa uang. Orang yang yakin bighairi hisab ini adalah orang yang mantap keimanannya, ini namanya keyakinan.

Sekarang orang ceramah pakai dasi, jas, tapi rakyatnya tidak ikut. Jaman dulu kiayi pakai sandal jepit satu biru satu merah ceramah, suaranya pelan-pelan, tapi orang ikut semua. Perlu diingat bahwa sejak abad ke-17 di negeri kita ini yang jadi tokoh adalah lulusan pondok pesantren bukan SMA, ini yang diteruskan oleh NU. Pada abad ke-7 itu sudah ada di Timur Tengah mengirim orang ke Indonesia, cara menyampaikan dakwahnya cukup halus, jadi tidak akan merubah budaya tapi budaya itu diselipi oleh agama, seperti wayang.

Sunan Kalijaga itu berangkat dari Demak ke Surabaya. Ketika di Lamongan malam-malam ada orang berdoa, sunan berkata: “ada apa ini anak-anak?” Kata orang di Lamongan, mbah saya mendoakan orang tua kami meninggal. Sunan berujar, “jangan itu yang di baca, bacalah La ilaha illallah. Budaya 7 hari dan lainnya itu di Islam tidak ada, tapi di Islam sekarang kita laksanakan hanya isinya berbeda. Berdoa kepada Allah dengan La ilaha illallah itu kalimat suci, saking hebatnya kalimat itu nabi berkata: “kalau orang meninggal berkata La ila ha illallah, orang itu akan masuk surga.” Hadist ini diriwayatkan Muslim, inilah hebatnya.

Islam masuk di Indonesia ini Ahlus Sunnah wal Jamaah yang toleran. Di Jawa tengah, Solo, Jogja ada sekatenan, itu dibiarkan saja. Hanya akan masuk masjid kakinya di cuci dulu, inilah pijakan berdakwah orang dulu. Dan ini sekarang seperti itu dilaksanakan oleh NU, namanya dakwah yang ramah bukan yang marah. YADMI kalau bisa seperti itu luar biasa.

YADMI: Menanggapi pernyataan bapak tadi, kira-kira isu-isu apa yang bisa digarap bersama?

Banyak sekali program bersama. Pertama adalah kita ini melatih anak-anak transmigrasi, tarik ke Jakarta, kita latih paling tidak satu bulan. Tahun ini LDNU melatih 700 orang, latihan ini tidak cukup kita berilmu, tapi malamnya kita bangunkan untuk shalat malam, ini Ahlus sunnah. Nabi tidak pernah meninggalkan shalat malam. Beliau hanya dua kali meninggalkannya karena sakit. Kita latih fisiknya juga, puasa Senin-Kamis, ini kita harus kerja sama.

Sekarang ini kita mesti ingat disini ada Islam beraliran liberal. Sekalipun seolah-olah itu anak-anak NU, paham seperti itu kita tolak sekalipun penolakannya halus tidak berantam. Karena ini ada orang ketiga untuk membejati orang Islam. Ini paham-paham baru yang diimpor dari Amerika. Amerika itu pintar, kalau ada anak Indonesia yang pintar diambil dan disana dicuci pemikirannya. Setiap hari baca Islam yang dikarang orang orientalis, yaitu orang yang mengarang Islam untuk menjatuhkan Islam. Akhirnya, pulang ke sini bertentangan dengan kita.

YADMI: Koordinasi dengan lembaga lain bagaimana?

Kita kordinasi dengan lembaga-lembaga lain itu ada Memorandum of Understanding (MoU) nya, paling tidak ada statement-nya. Kerjasama dalam hal apa, misalnya, dengan BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Shodaqoh-red) dalam hal pembiayaan. Saya juga kerja sama dengan Libanon di Global University.

YADMI: Harapan kedepan mengenai aktivitas dakwah di Indonesia?

Harapan saya para dai dan daiyah dari mana saja asal organisasinya jangan membuka pertentangan dimuka umum, karena rakyat akan bingung. Kita harapkan para penceramah semua jangan sampai mempermasalahkan hal-hal yang bertentangan, jangan mengadu orang, tidak ada gunanya. Masalah yang menimbulkan perpecahan itu haram hukumnya. Saya harap Ukhuwah Islamiyah kita kokoh. Organisasi banyak tidak apa-apa, yang penting ukhuwah-nya kuat. Jadi bukan masalah perbedaan yang kita bicarakan, tapi persatuannya. Hanya kadang-kadang orang itu pribadinya ingin terkenal, lantas membuka hal-hal yang tidak umum, itu tidak boleh sebenarnya. Jadi cari yang pokok-pokok saja kalau di depan umum, kalau di dalam, silahkan! Atau masalah internal, silahkan!

Minggu, 26 Juli 2009

Surprise dari Fawwaz

Setelah Fawwaz lahir kehidupan sehari2 di rumah berubah, terutama omah dan opah fawwaz. mereka cukup kaget dan bingung karena Fawwaz setiap malam selalu menangis dan begadang semalaman. dari kedua aanknya tak ada yang seperti fawwaz (cucunya).

Dari lahir setiap malam Fawwaz harus digendong, jika disimpan di tempat tidur dia akan menangis, walaupun tadinya dalam keadaan tidur dia akan terbangun dan menangis, kami sering dengan sangat perlahan menyimpan fawwaz, tapi ternyata dia sangat peka, otomatis kamipun tak berhasil.

Di usia hampir 4 bulan fawwaz bisa telungkup, dia memang anak yang aktif sehingga mudah baginya untuk membalik-balikan badan

Di usia 5 bulan dia selalu ingin berdiri, padahal kata dokter dan tetangga dirumah, di usia itu belum boleh berdiri karena khawatir tulang kakinya akan bengkok,tp apa mau dikata, kalau tidak berdiri dipegangi fawwaz marah (menangis).

Di usia 9 bulan Fawwaz bisa mengucapkan kata aa, mama, dada, bapa, walaupun begitu ayah fawwaz ingin sekali fawwaz panggil ayah bukan bapa, sepertinya dia tidak sabar ingin dipanggil ayah.

Di usia 12 bulan fawwaz makin jelas bicaranya dan banyak sekali kosa kata baru yang diucapkannya, padahal diusia itu fawwaz belum bisa jalan bahkan gigipun baru 2.

Di usia 14 bulan akhirnya fawwaz bisa berjalan, kami sangat senang sekali, karena ketika anak belum bisa bicara dan jalan, setiap orang tua pasti akan merasa khawatir.

Di usia selanjutnya fawwaz semakin cerewet, dia sudah bisa meggunakan dua kata, pernah kami mencoba padanya kata-kata sulit, misalnya saja kerongkongan, tengkorak, ternyata dia bisa menyebutnya, tp ketika terburu-buru jadi trebalik2.

bersambung .............

Jumat, 24 Juli 2009

“MENGUNGKAP PERAN SOSIAL-BUDAYA AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH DI ERA GLOBALISASI”

Islam sebagai agama memiliki ajaran tentang sumber nilai dan norma yang memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjawab berbagai problem sosial manusia modern, khususnya di tengah arus globalisasi. Peranan sosial dan budaya umat Islam di Era globalisasi sekarang ini menunjukkan sikap ramahnya yang tampil sebagai jalan yang dalam memberi tuntunan bagi permasalahan sosial yang dihadapi oleh manusia modern serta ikut dalam mencari jalan tengah untuk tidak kehilangan sikap modernitasnya, sehingga Islam mampu memberikan solusi yang konstruktif bagi perkembangan modernitas.
Peranan sosial paham keagamaan seperti Ahlus Sunnah Wal Jamaah bisa diaktualisasikan oleh umat Islam sebagai agama mewarnai ranah kultural dalam perkembangan umat Islam di Alam Melayu. Persoalan yang dihadapi oleh umat Islam di kawasan Melayu menjadi pendorong untuk melakukan transformasi dalam kehidupan sosial maupun budaya. Jika diamati paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah sebagai salah satu paham keagamaan yang umumnya dikenal sangat moderat menjadi kekuatan umat Islam di kawasan Melayu untuk dapat dikembangkan demi tercapainya kebangkitan dan kemajuan peradaban Islam yang bermula di Alam Melayu.
Islam harus hadir menjadi angin yang mengarahkan perahu kehidupan agar tidak terombang-ambing dalam gelombang besar globalisasi. Globalisasi sebagai produk budaya hadir dengan segala paradoksalitasnya. Di satu sisi, globalisasi telah mengantarkan umat manusia kepada kehidupan tanpa batas budaya. Namun di sisi lain, globalisasi cenderung mengancam nilai-nilai yang diyakini sebagai jalan kebenaran kelompok tertentu, termasuk paham keagamaan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Salah satu karakter dari globalisasi adalah pemaksaan serta penyeragaman di tengah keragaman budaya dan agama.
Dua sisi diametral globalisasi ini harus disikapi secara proporsional oleh umat Islam di Alam melayu sehingga dapat menjaga nilai-nilai otentik Islam tanpa kehilangan kemampuan adaptasinya dengan perkembangan zaman. Sebagai kerangka acuan nilai, maka Islam sejatinya dapat memperkuat sisi positif dari globalisasi dan dapat menutup sisi negatifnya.
Ijtihad (jihad pemikiran) yang dilakukan oleh para cendekiawan muslim merupakan respon dan tanggung jawab atas ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin. Islam sebagai ajaran yang diyakini dapat menjawab berbagai tantangan zaman akan terbukti ketika ia mampu menjadi solusi dari problem dan tuntunan di tengah kebimbangan dan keraguan-raguan yang menghantui masyarakat modern. Di sinilah urgensi peran cendekiawan muslim untuk meng-aktualisasikan paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam kehidupan sosial di era globalisasi.

PENDIDIKAN ISLAM INTEGRATIF DI ALAM MELAYU”

Membangun sumber daya manusia (SDM) dalam arti yang lebih luas memerlukan epistemologi ilmu pengetahuan dan keterampilan yang baik serta berguna supaya gerak kerja pengelolaannya bernilai untuk meningkatkan sumber daya ekonomi melalui pengembangan paradigma sains yang terarah. Berbagai penyalahgunaan dan penyelewengan terhadap sumber daya alam merupakan akibat potensi sumber daya manusia (SDM) tidak dibentuk secara seimbang sehingga mengakibatkan kerugian bagi seluruh umat manusia. Pengembangan keilmuan dalam Islam terkadang lebih banyak difokuskan pada pemberian pengetahuan (transper of knowlegde) dan meminimalisir aspek pengembangan keterampilan tentang pengelolaan sumber ekonomi dengan mekanisme saintifik, sedemikian rupa sehingga tidak dihubungkan dengan nilai, etika, dan akhlak.
Nilai-nilai dasar seperti amanah, adil, benar, jujur, bijaksana umpamanya sangat penting bila dihubungkan dengan pengembangan sumber daya manusia seutuhnya. Tanpa nilai yang dikaitkan dengan aspek nilai keislaman, manusia selalu mempunyai kecenderungan untuk bersifat tamak, serta menyalahgunakannya sumber daya alam untuk kepentingan individu dan kelompoknya sehingga akhirnya merusak amanah dan sistem yang sedang dibangun untuk kemaslahatan manusia.
Pembangunan nilai-nilai yang fitrah sebagaimana dalam ajaran Islam mesti bermula dalam keluarga, kemudian dikembangkan di sekolah serta diaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat, sehingga terbentuklah suatu sistem yang bisa dimanfaatkan oleh setiap umat Islam. Hal ini akan terpenuhi jika dilakukan dalam setiap tahap pendidikan yang berlaku bergerak atas asas saling mengukuhkan dan menguatkan bukannya saling meruntuh dan menimbulkan kekeliruan.
SDM tidak saja harus dibangunkan dengan prinsip-prinsip nilai yang berasaskan agama tetapi memerlukan rancangan yang bijak sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman. Pada prinsipnya, pembangunan sumber daya manusia harus disertai dengan memberikan orientasi pada nilai-nilai keislaman serta mengikuti perkembangan sains dan teknologi tetapi dalam masa yang sama dasar nilai perlu dirancang supaya tercipta sistem yang integral melalui jalur pendidikan
Tradisi pendidikan Islam menunjukkan bahwa perubahan harus senantiasa dilakukan supaya pendidikan nilai tidak terasing dengan pendidikan yang bercorak ilmu pengetahuan dan keterampilan yang bersifat saintifik dan teknologi. Perubahan ini memadukan nilai-nilai agama, tradisi, dan budaya yang maju supaya pendidikan terbentuk secara integratif.
Paradigma Integratif yang dimaksud adalah sistem nilai dalam jalur pendidikan yang membentuk epistemologi berpikir yang saintifik dan menjadi kerangka berpikir serta pedoman menghasilkan para ilmuwan, saintis dan teknokrat yang begitu memahami tanggungjawab terhadap pengelolaan sumber daya ekonomi umat Islam dengan mengedepankan aspek saintifik serta kemajuan sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
Faktor nilai merupakan faktor yang amat penting dalam proses membangun SDM. Nilai di sini tidak bermakna suatu ukuran yang relatif atau nisbi yang dibangun atas faktor zaman saja, akan tapi nilai di sini merupakan sumber hikmah yang datangnya dari Allah SWT. untuk memandu dan membimbing manusia supaya dapat mengurus segala sesuatu dengan lebih baik, amanah, dan ikhlas. Di sinilah urgensi peran cendekiawan muslim untuk menggali paradigma pendidikan Islam integratif serta mengaktualisasikan dalam kehidupan sosial umat Islam di Alam Melayu pada era globalisasi sekarang ini.
Bertolak dari permasalahan tersebut di atas, YAYASAN DAKWAH MALAYSIA INDONESIA (YADMI) bekerjasama dengan YAYASAN DAKWAH ISLAMIAH MALAYSIA (YADIM) bermaksud mengadakan Seminar Internasional Tajdid Pemikiran Islam dengan tema: “MENGGAGAS PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM INTEGRATIF DI ALAM MELAYU” yang memfokuskan pada pembahasan tentang paradigma pendidikan Islam integratif untuk mengembangkan pemikiran yang bisa diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan sosial umat Islam, serta upaya pencarian solusinya melalui jalur pengembangan paradigma pendidikan Islam yang berdasarkan pada pengembangan epistemologi keilmuan yang bisa diaktualisasikan melalui pengembangan sains dan teknologi.

Kamis, 23 Juli 2009

Rindu Fawwaz

Anak-anakmu, bukanlah anak-anakmu.
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka terlahir melalui engkau, tapi bukan dirimu.
Meskipun mereka ada bersamamu, tapi mereka bukan milikmu.

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu. Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri.

Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok yang tak dapat engkau kunjungi.

Meskipun dalam mipmpi
engkau bisa jadi mereka, tapi jangan coba-coba menjadikan mereka seperti engkau. Karena hidup bukan berjalan mundur. Dan tidak pula berada di masa lalu... (kahlil Gibran)