Selasa, 15 September 2009

Wahdana ..............Wahdana. .................

Wahdana Wahdana
Adif alaina Qomar walhudu
Walhududil asliyah
walghoni wal hana
ashfan Jamilah
Syarofu adi wa ansa biha farhan

Syubbil asad layya dalifadhilah
bima wa ana fammayu hasilil fadhilah
yughi syifa linafusil alilah
yaa bahtibinala minhu mala finja

Ba'dal wayya fina fiha ruwayya
ukhyu ruzaim wakullina yarifu dalifah
dzamillah hajriwalabil habilah
wayuslihillahi farisinal furja...

Senin, 14 September 2009

Dakwah yang Mencerahkan Umat

Dakwah memainkan peran yang sangat penting dalam Islam. Bisa dibilang bahwa pasang surut Islam di mana dan kapan pun sangat ditentukan oleh kerja-kerja kedakwahan. Karena itu, berdakwah menjadi suatu keharusan dalam rangka pengembangan ajaran Islam. Aktivitas dakwah yang kuat akan sangat berpengaruh pada kemajuan agama. Sebaliknya, aktivitas dakwah yang lemah akan berdampak pada kemunduran agama. Setiap muslim diharapkan berperan aktif dalam aktivitas dakwah, sekurangnya mengajak orang lain menuju jalan Allah agar meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat (lih. QS. an-Nahl [16]: 125).

Harus diakui bahwa kerja-kerja dakwah islamiah yang selama ini dipahami dan yang dilakukan oleh kaum muslimin, dalam banyak hal, memang telah membuahkan hasil. Namun demikian, bukan berarti dakwah harus berhenti. Hal ini, selain karena pemahaman konsep dasar bahwa selama Islam tersemai dalam diri seorang muslim maka di situ ada proses dakwah (dakwah inhern dalam diri setiap muslim), juga karena realitas masyarakat kini memang membutuhkan kerja-kerja dakwah yang kreatif dan inovatif. Dengan ini (upaya yang kreatif dan inovatif) diharapkan spirit Islam sebagai yang membawa rahmatan lil‘âlamîn dan shahîh likulli makân wa zamân dapat diwujudkan.

Untuk mencapai agenda besar itu, Islam menganjurkan untuk mulai dari diri sendiri (ibda’ binafsika). Perubahan dalam komunitas besar masyarakat muslim harus dimulai dari individu. Ketercapaian tujuan khairu ummah harus dimulai dari khairul bariyyah (muslim yang berkualitas, QS. al-Bayyinah [98]: 7–8), yaitu seorang muslim yang melakukan transformasi iman menjadi amal saleh dalam setiap segi kehidupan, yang kemudian (kumpulan dari khairul bariyyah) akan membentuk komunitas maupun lembaga keislaman (QS. Al Imran [3]: 104) sehingga terjadi kebersatuan agenda, langkah, dan tujuan.

Pada kenyataannya agenda dan harapan itu tidak dengan mudah digapai oleh kaum muslimin. Pasalnya, bagaimana mungkin hendak melakukan pencerahan manusia dan kemanusiaan, sementara diri sendiri bermasalah.

Sejauh ini, problem yang dihadapi sebagian besar umat Islam, khususnya di Indonesia, antara lain adalah keterbelakangan sosial dan ekonomi. Keadaan ini bukan tanpa sebab. Selain karena kaum muslimin sendiri yang secara kualitas kurang mampu bersaing, realitas struktural juga sangat mempengaruhi kondisi buruk ini.

Dalam pengertian itu, selain problem inhern, persoalan ekstern berupa kebijakan politik dan ekonomi turut mempengaruhi. Padahal, bila kita kembali pada pemahaman tentang ideal Islam, maka sesungguhnya Islam bukanlah pembawa masalah, namun penyelesai masalah (problem solver). Namun, demikianlah kenyataan yang dihadapi oleh kaum muslim di Indonesia—bahkan di sebagian besar negeri muslim.

Upaya mengakhiri keterbelakangan itu mesti dilakukan secara sinergis oleh seluruh kaum muslimin di Indonesia. Ini bisa diawali dengan pembaruan pemahaman tentang dakwah, yaitu bahwa meski buah dari kerja-kerja dakwah telah dirasa cukup berhasil pada satu sisi, namun pada sisi lain realitas masyarakat yang ada sebagai objek mesti dilihat dengan upaya dakwah yang kreatif dan inovatif, yaitu upaya dakwah yang dapat mengarahkan pada semangat Islam yang berkemajuan, yang dicirikan dengan semangat keimanan, amal saleh, prestasi, berdaya saing, dan semangat bekerja sama.

Mengingat pentingnya posisi dakwah dalam Islam, setidaknya ada tiga strategi dan pemahaman yang perlu menjadi pegangan bagi pegiat dakwah, khususnya, dan umat Islam pada umumnya.

Pertama, pemahaman yang utuh tentang dakwah, yaitu bahwa dakwah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tujuan kehadiran Islam bagi manusia, yaitu untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Secara filosofis, kegiatan berdakwah seyogyanya dibangun di atas landasan pemahaman bahwa setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah. Realitas sosial yang mempengaruhi manusialah yang membuatnya menjadi jauh dari fitrah (Islam). Oleh karena itu, gerakan dakwah sejatinya merupakan upaya agar manusia kembali kepada dirinya yang sejati (QS. ar-Rum [30]: 30).

Kedua, pemahaman bahwa dakwah merupakan upaya untuk memahamkan manusia tentang arti kehadirannya di dunia, yang secara normatif merujuk pada Al-Quran dan Hadits, yaitu sebagai khalifah untuk melakukan pencerahan bagi manusia dan kemanusiaan, sehingga tercapai khairu ummah (QS. al-Baqarah [2]: 30; Al-Imran [3]: 104 dan 110; Al-Ahzab [33]: 21).

Ketiga, pemahaman bahwa selain berdimensi vertikal, dakwah juga berdimensi horizontal. Dalam hal ini, penting bagi seorang muslim untuk memahami dakwah sebagai suatu upaya mensinergikan takdir Tuhan yang transendental dengan kerja manusia yang rasional. Takdir Tuhan di sini harus dimengerti dalam bingkai pemahaman bahwa adanya perubahan atau tidak dalam diri manusia sebagai objek dakwah merupakan wewenang Tuhan (QS. al-Qashash [28]: 56).

Walaupun demikian, pengertian itu juga tidak bisa mengesampingkan bahwa perubahan manusia sebagai objek dakwah juga berkaitan erat dengan usaha giat manusia sebagai pelaku dakwah (innî ‘inda zhanni ‘abdî bî). Oleh karena itu, kerja dakwah rasional yang dilakukan oleh seorang dai dapat diwujudkan dengan ragam pendekatan, dengan bantuan pengetahuan yang ilmiah, antara lain, psikologi, sosiologi, komunikasi, dan antropologi.

Dengan meminjam pengetahuan ilmiah itulah diharapkan kerja dakwah, baik yang dilakukan secara individual (da‘wah fardiah) maupun yang dilakukan secara kolektif (da‘wah jam‘iyyah) dapat lebih efektif dan efisien, karena objek dakwah didekati secara kontekstual, yaitu berdasarkan pada kondisi individu, sosial, maupun kebudayaannya (khâtibûn-nâsa ‘alâ qudrati ‘uqûlihim).

Aryah Marzanah; reporter Yayasan Dakwah Malaysia Indonesia (YADMI), Jakarta.

Mohammad Sidik: "kemajuan umat Islam Indonesia merupakan kemajuan umat Islam Malaysia"

Islam punya karakter melintas batas ruang dan wilayah dalam arti teritorial, juga kultural. Di Asia Tenggara, populasi Muslim di Indonesia dan Malaysia adalah kunci kekuatan Muslim di kawasan ini. Bagaimana keterkaitan umat Islam di kedua negara dan apa hal-hal ke depan yang dapat diupayakan? Aryah Marzanah dan Yulmedia dari Yayasan Dakwah Malaysia Indonesia (YADMI) mewawancarai Mohammad Sidik, Ketua Badan Pengawas Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, di kediamannya di Jakarta untuk mengetahui hal tersebut, sekaligus bertanya tentang harapannya terhadap YADMI. Berikut petikan wawancaranya:

YADMI: Apa pendapat bapak mengenai dakwah di Indonesia?
Di Indonesia gerakan dakwah alhamdulillah sudah ada sejak tahun 1960. Itu menjadi suatu gerakan yang popular dan menjadi sesuatu yang tidak segan-segan dilakukan. Dan itu menurut saya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan para ulama-ulama kita, diantaranya, pak Natsir dengan mendirikan Dewan Dakwah. Dasar pendirian lembaga dakwah itu ialah dakwah bi lisan wa hal, artinya dengan kegiatan dakwah yang konkret seperti mendirikan rumah sakit, dakwah kampus, dan lain-lain.

YADMI: Dalam konteks yang lebih luas, apa yang bapak lihat menyangkut gerakan dakwah di ruang lingkup regional Asia Tenggara?
Saya lihat di Malaysia itu keinginan pemerintah dan masyarakat untuk bergerak dalam bidang dakwah secara regional itu sudah lama. Di masa Teuku Abdurrahman dulu, dia pertamakali mendirikan Pertumbuhan Kebajikan Islam Malaysia (PERKIM), yaitu organisasi dakwah untuk non-muslim di Malaysia. Setelah dia menjadi Perdana Menteri, kemudian dia menjadi Sekretaris Jendral (Sekjen) Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Jeddah, kemudian dia kembali pada tahun 1973 setelah menjabat selama lima tahun yang tidak mau diperpanjangnya. Tengku Abdurrahman melihat bahwa kita, tidak hanya Malaysia atau Indonesia, tapi juga Brunei, Singapura, Australia, Thailand, Cina, perlu sebuah lembaga dakwah regional. Maka, dia timbulkan ide regional Islamic Dakwah Council for soft Asian Fasific (RAISAF), yang kalau bahasa Melayu itu, Majlis Dakwah Islam Serantau.

YADMI: Apa keterkaitan gerakan dakwah di Malaysia dengan Indonesia?
Dahulu, Tengku Abdurrahman mengajak dan mengundang orang yang seusia beliau seperti pak Natsir untuk mendirikan lembaga dakwah regional seperti disebut di atas dengan tujuan membantu, karena di Malaysia kesadaran untuk membantu (berpartisipasi) cukup tinggi dari dulu. Sekarang ada 56 organisasi Dakwah di Malaysia. Jadi memang saya kira satu hal yang sangat kita hargai, sikap dan keinginan pihak Malaysia ini untuk memberikan kontribusinya yang mungkin dirasakan mereka merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa dipisahkan dari kesadaran Islam yang saling membutuhkan.

YADMI: Mengapa hal itu mereka lakukan?
Supaya mereka juga aman. Dalam pengertian, mereka tahu dan ikut mengantisipasi dari jauh hari sebelum gerakan-gerakan sesat masuk ke Malaysia, sehingga mereka sudah dapat membendung, ataupun diteliti sehingga terjadi dakwah dan pencerahan. Contohnya dulu, ada pergerakan namanya gerakan Thariqah Munfaridiyah, pemerintah Indonesia dan majelis agama (ulama) membutuhkan waktu lama karena tidak memiliki sarana untuk menyelidiki dan mengetahui sampai keakar-akarnya.

YADMI: Apa penilaian bapak atas terbentuknya Yayasan Dakwah malaysia Indonesia (YADMI) yang merupakan kerjasama antara lembaga dakwah di Indonesia dan Malaysia?
Saya kira kehadiran YADMI sangat penting, karena pertama, Malaysia dan Indonesia adalah negara serumpun. Masalah yang kita hadapi sama, yaitu sosial-kebudayaan yang merupakan bagian dari agama. Dan, kita berusaha untuk saling melengkapi, dalam pengertian, pemerintah di Indonesia peraturannya tidak ketat sehingga aliran-aliran sesat dan lainnya bisa masuk, sementara kalau di Malaysia tidak. Jadi, kita bisa saling belajar dan saling bertukar informasi.
Apa-apa yang terjadi di Indonesia akan berdampak dan berpengaruh pula pada Malaysia. Sehingga barangkali YADMI bisa melihat, mengambil sikap atau mengambil suatu kebijaksanaan dalam rangka memberikan pencerahan kepada masyarakat.

YADMI: Menurut bapak peran strategis seperti apa yang dapat diperankan YADMI?
Adanya YADMI saya kira, dan saya berharap nanti, bisa menjadi forum yang diangkat di tingkat pemerintah. Artinya, dapat memberi nasehat kepada pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk mengambil sikap-sikap tertentu, barangkali tidak secara formal tetapi menaikkan kejelian dan keprihatianan terhadap hal-hal tertentu yang kedua belah pihak bisa saling membantu.

Kepada Malaysia saya rasa YADMI dapat melakukan penelitian-penelitian atau menjadi pemantau, kemudian mengambil saran atau usulan sebelum kesimpulan yang diambil oleh pihak kerajaan Malaysia.

YADMI mesti mengambil salah satu bidang konsentrasi dakwah, barangkali tidak bisa berbuat terlalu detail dan terlalu banyak, misalnya, dalam pemberdayaan ekonomi, memberikan intensif, memberikan pelatihan seumpama pelatihan bagaimana membuat koperasi Syariah, mendirikan BMT yang kemudian BMT ini bisa membantu masyarakat menghadapi gerakan lintah darat yang sekarang ada dimana-mana. Menurut saya kemampuan masyarakat Indonesia ini tidak kurang, hanya perlu pemberdayaan. Contohnya, Universitas Islam Negeri (UIN), yang di Indonesia banyak, sementara di Malaysia belum. Rumah Sakit Islam pun di Indonesia sudah lebih dulu.

YADMI: Dakwah seperti apa yang dapat dilakukan YADMI?
Paradigma baru dalam dakwah yang perlu kita kembangkan ialah agar umat Islam memahami dan melaksanakan Islam secara paripurna. Banyak kewajiban-kewajiban agama yang masih kita anggap remeh, misalnya, ketika berbicara fardu kifayah orang akan berpikir memandikan jenazah. Padahal, fardu kifayah bukan hanya itu, tapi misalnya bagaimana menjadi dokter gigi, ahli teknik, insinyur, arsitek, ahli kandungan, karena kalau dalam suatu masyarakat tidak ada itu saya kira akan berdosa semua masyarakat.

Contoh lainnya adalah, mengenai seorang dokter kandungan perempuan bagaimana kalau tidak ada, sementara ajaran Islam tidak boleh memperlihatkan aurat? Otomatis, adanya dokter kandungan perempuan itu adalah fardu kifayah.

Dalam berdakwah yang bagus kita juga harus mengadakan seminar tentang fardu kifayah dan aplikasinya, sehingga pemahaman tentang fardu kifayah lebih matang, sehingga jika menjadi dokter, insinyur, arsitek orang merasa berpahala. Semua yang kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat jika dilakukan karena Allah pasti ada reward-nya dan berpahala, ini yang kadang-kadang kita lupa. Kita pincang karena menganggap itu fardu kifayah dan ada yang mengerjakan, dan bila semua orang berfikir seperti itu bagaimana, berarti tidak ada yang mengerjakan.

YADMI: Apa kunci menuju dakwah baru tersebut?
Harus ada kemajuan atau peningkatan mutu sehingga paradigma-paradigma dakwah yang baru terjaga. Kita disuruh membaca, tapi dari kita sangat sedikit yang membaca dan ini sudah tercatat dalam hitungan statistik, Indonesia paling rendah kesadaran membacanya. Padahal dalam Islam kita disuruh untuk membaca, karena membaca adalah permulaan dari ilmu dan ilmu adalah sumber kemajuan.

YADMI: Dalam pandangan bapak, seperti apakah ber-Islam yang ideal?
Harus lebih rasional. Dalam berdakwah menyampaikan Islam, yang hak saja yang kita sampaikan tidak perlu kita membuat gerakan-gerakan seperti Islam Liberal, karena itu proyek. Kembangkanlah Islam itu jika ada kelemahan dalam pemahaman, misalnya, dalah hal kewajiban (fardu kifayah), paradigm fikih itu perlu kita sosialisasikan dan itu memakan waktu yang lama. Misalanya, ditempat saya, banyak ajaran habib-habib ini mengarahkan masyarakat awam untuk bergantung pada mereka walaupun tidak semua habib sepetti itu. Itu artinya menghambat dan orang Islam tidak bisa berpikir secara rasional. Inilah tantangan-tantangan kita. Kita berusaha menghilangkan atau memerangi ateisme, pornografi, inikan semua agama yang melarang. Kemudian, ketidakadilan ekonomi, lintah darat yang oleh agama lainpun dilarang, dan kita harus bekerjasama seperti dulu kita melawan komunis.

YADMI: Ada yang mengatakan bahwa setiap isu baru mengenai Islam di Indoensia akan berpengaruh juga di Malaysia. Bagaimana bapak menilai hal ini?
Kita (Indonesia dan malaysia) adalah satu tubuh yang tidak bisa dipisahkan. Kemajuan umat Islam Indonesia merupakan kemajuan umat Islam Malaysia, begitupun sebaliknya. Kelemahan dan kelengahan kita juga akan berimbas pada mereka, umpamanya soal pornografi, film, cerita, sinetron yang merupakan objek dakwah.